Makalah Tentang Dekomposer
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dekomposer
Di dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan berbagai kegiatan bagi kehidupan mahkluk hidup lainnya atau dengan perkataan lain menjadikan tanah memungkinkan bagi kelanjutan makhluk –makhluk alami. Populasi mikrobiologi yang mendiami tanah, bersama dengan berbagai bentuk binatang dan berbagai jenis tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu system kehidupan yang tidak terpisahkan dari bahan mineral dan sisa –sisa bahan organic yang ada dalam tanah.
Komposisi kuantitatif populasi dalam tanah dan kualitatif alam lingkungannya dapat dikatankan adalah sangat tergantung pada sumber dan kondisi alami dari tanah itu dan komposisi relative dari unsure- unsure organic dan anorganik
Decomposer adalah makhluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut. Beberapa jenis cacing tanah antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing memiliki banyak kegunaan antara lain: membantu menghancurkan bahan organic yang dapat mempengaruhi kesuburan suatu tanah, Bahan Pakan Ternak, Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit, Bahan Baku Kosmetik dan bahan baku makanan untuk beberapa jenis cacing yang dapat dikonsumsi dan bermanfaat bagi manusia. Biodekomposer untuk pengomposan
Komposisi kuantitatif populasi dalam tanah dan kualitatif alam lingkungannya dapat dikatankan adalah sangat tergantung pada sumber dan kondisi alami dari tanah itu dan komposisi relative dari unsure- unsure organic dan anorganik
Decomposer adalah makhluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut. Beberapa jenis cacing tanah antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing memiliki banyak kegunaan antara lain: membantu menghancurkan bahan organic yang dapat mempengaruhi kesuburan suatu tanah, Bahan Pakan Ternak, Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit, Bahan Baku Kosmetik dan bahan baku makanan untuk beberapa jenis cacing yang dapat dikonsumsi dan bermanfaat bagi manusia. Biodekomposer untuk pengomposan
Populasi mikroba tanah yang terdiri atas alga biru-hijau, fitoplankton, bakteri, cendawan, dan aktinomiset pada permukaan dan lapisan olah tanah mencapai puluhan juta setiap gram tanah, yang merupakan bagian integral dan pembentuk kesuburan tanah pertanian. Proses daur ulangsecara alamiah di permukaan dan lapisan olah tanah yang sangat penting bagi kegiatan pertanian tidak terjadi tanpa aktivitas mikroba. Manfaat mikroba dalam usaha pertanian belum disadari sepenuhnya, bahkan sering diposisikan sebagai komponen habitat yang merugikan, karena pandangan umum terhadap mikroba lebih terfokus secara selektif pada mikroba patogen yang menimbulkan penyakit pada tanaman.
Padahal sebagian besar spesies mikroba merupakan mikroflora yang bermanfaat, kecuali beberapa jenis spesifik yang dapat menyebabkan penyakit bagi tanaman. Pada lahan sawah yang tergenang air terdapat lebih dari 20 jenis bakteri fiksasi N dari udara yang hidup secara bebas (Watanabe 1978). Mikroba lain berfungsi sebagai perombak bahan organik (dekomposer), nitrifikasi, denitrifikasi, pelarut fosfat, dan lain-lain.
Mikroba perombak bahan organik
Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diinokulasikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganime turut menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Di dalam ekosistem, mikroorganisme perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk hara mineral N, P, K, Ca, Mg, dan atau dalam bentuk gas yang dilepas ke atmosfer berupa CH atau CO Dengan demikian terjadi siklus hara yang berjalan secara alamiah, dan proses kehidupan di muka bumi dapat berlangsung secara berkelanjutan. Mikroba perombak bahan organik dalam waktu 10 tahun terakhir mulai
banyak digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang banyak mengandung lignin dan selulosa untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah. Di samping itu, penggunaannya dapat meningkatkan biomas dan aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, dan volume bahan buangan, sehingga dapat
meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Pengertian umum mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa
organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati). Mikroba perombak bahan organik terdiri atas Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces.
Fungi perombak bahan organik umumnya mempunyai kemampuan yang lebihbaik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa,selulosa dan lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa (Alexander 1977). Menurut Eriksson et al. (1989), kelompok fungi menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling
nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara -glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidaseblain adalah (MnP), dan lakase, selain kelompok enzim reduktase yang merupakan penggabungan dari LiP dan MnP, yaitu enzim versatile peroksidase. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii, P. ostreatus, dan Bjekandera adusta (Lankinen 2004). Selain mengurai bahan berkayu, sebagian besar
fungi menghasilkan zat yang besifat racun, sehingga dapat dipakai untuk menghambat pertumbuhan/perkembangan organisme pengganggu, seperti beberapa strain T. harzianum yang merupakan salah satu anggota Ascomycetes. Apabila kebutuhan karbon (C) tidak tercukupi, fungi tersebut akan menghasilkan racun yang dapat menggagalkan penetasan telur
nematoda Meloidogyn javanica (penyebab bengkak akar), sedangkan bila kebutuhan C tercukupi akan bersifat parasit pada telur atau larva nematoda tersebut. Fungi Zygomycetes (Mucorales) sebagian besar berperan sebagai pengurai amylum, protein, lemak, dan hanya sebagian kecil yang mampu mengurai selulosa dan khitin. Pemanfaatan mikroorganisme perombak bahan organik yang sesuai dengan substrat bahan organik dan kondisi tanah merupakan alternatif yang
efektif untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sekaligus sebagai suplementasi pemupukan. Proses perombakan bahan organik yang terjadi secara alami akan membutuhkan waktu relatif lama (2 bulan) sangat menghambat penggunaan bahan organik sebagai sumber hara. Apalagi jika dihadapkan kepada tenggang waktu masa tanam yang singkat, sehingga
pembenaman bahan organik sering dianggap kurang praktis dan tidak efisien. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan inokulasi mikroba terpilih guna mempercepat proses perombakan bahan organik. Percepatan perombakan sisa hasil tanaman dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan ketersediaan hara tanah, sehingga masa penyiapan lahan dapat lebih singkat
dan mempercepat masa tanam berikutnya, yang berarti akan meningkatkan intensitas pertanaman. Inokulan perombak bahan organik telah tersedia secara komersial dengan berbagai nama, seperti EM-4, Starbio, M-Dec, Stardek, dan Orgadek.
banyak digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang banyak mengandung lignin dan selulosa untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah. Di samping itu, penggunaannya dapat meningkatkan biomas dan aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, dan volume bahan buangan, sehingga dapat
meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Pengertian umum mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa
organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati). Mikroba perombak bahan organik terdiri atas Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces.
Fungi perombak bahan organik umumnya mempunyai kemampuan yang lebihbaik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa,selulosa dan lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa (Alexander 1977). Menurut Eriksson et al. (1989), kelompok fungi menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling
nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara -glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidaseblain adalah (MnP), dan lakase, selain kelompok enzim reduktase yang merupakan penggabungan dari LiP dan MnP, yaitu enzim versatile peroksidase. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii, P. ostreatus, dan Bjekandera adusta (Lankinen 2004). Selain mengurai bahan berkayu, sebagian besar
fungi menghasilkan zat yang besifat racun, sehingga dapat dipakai untuk menghambat pertumbuhan/perkembangan organisme pengganggu, seperti beberapa strain T. harzianum yang merupakan salah satu anggota Ascomycetes. Apabila kebutuhan karbon (C) tidak tercukupi, fungi tersebut akan menghasilkan racun yang dapat menggagalkan penetasan telur
nematoda Meloidogyn javanica (penyebab bengkak akar), sedangkan bila kebutuhan C tercukupi akan bersifat parasit pada telur atau larva nematoda tersebut. Fungi Zygomycetes (Mucorales) sebagian besar berperan sebagai pengurai amylum, protein, lemak, dan hanya sebagian kecil yang mampu mengurai selulosa dan khitin. Pemanfaatan mikroorganisme perombak bahan organik yang sesuai dengan substrat bahan organik dan kondisi tanah merupakan alternatif yang
efektif untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sekaligus sebagai suplementasi pemupukan. Proses perombakan bahan organik yang terjadi secara alami akan membutuhkan waktu relatif lama (2 bulan) sangat menghambat penggunaan bahan organik sebagai sumber hara. Apalagi jika dihadapkan kepada tenggang waktu masa tanam yang singkat, sehingga
pembenaman bahan organik sering dianggap kurang praktis dan tidak efisien. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan inokulasi mikroba terpilih guna mempercepat proses perombakan bahan organik. Percepatan perombakan sisa hasil tanaman dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan ketersediaan hara tanah, sehingga masa penyiapan lahan dapat lebih singkat
dan mempercepat masa tanam berikutnya, yang berarti akan meningkatkan intensitas pertanaman. Inokulan perombak bahan organik telah tersedia secara komersial dengan berbagai nama, seperti EM-4, Starbio, M-Dec, Stardek, dan Orgadek.
Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah
Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sesuai dengan kondisi tanah dan target peruntukannya merupakan alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah, efisiensi pemupukan, produktivitas tanaman, dan mengurangi bahaya pencemaran lingkungan. Penggunaan mikroba penyubur tanah dapat memberikan berbagai manfaat, yaitu (1) menyediakan sumber hara bagi tanaman, (2) melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, (3) menstimulir sistem perakaran agar berkembang sempurna dan memperpanjang usia akar, (3) memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh pucuk, kuncup bunga, dan stolon, (4) sebagai penawar racun beberapa logam berat, (5) sebagai metabolit pengatur tumbuh, dan (6) sebagai bioaktivator. Badan Litbang Pertanian pada tahun 1997 telah berhasil mengembangkan Pupuk Mikroba Multiguna (PMMg) (biological nitrogen-phosphorus fertilizer) yang merupakan perbaikan mutu inokulan rhizobium yang telah ada di pasaran. Pupuk mikroba ini mampu meningkatkan efisiensi pemupukan N dan P untuk tanaman kedelai melalui peningkatan efektivitas fiksasi N simbiosis dan kemampuan melarutkan P, sehingga dapat menggantikan kebutuhan pupuk nitrogen 100% dan pupuk fosfat 50% dari dosis rekomendasi, dengan hasil meningkat 20-40% (Saraswati 1999, Simanungkalit and Saraswati 1999). Selanjutnya pada tahun 2007, diformulasikan nodulin (biological nitrogen-phosphorus-potassium fertilizer) yang merupakan pengembangan PMMg yang berfungsi memacu pembentukan bintil akar dan pertumbuhan tanaman serta memperlebat dan memperkuat perakaran tanaman, dan memacu aktivitas mikroba rizosfer dalam meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K, sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan. Produk mikroba bermanfaat ganda tersebut telah diperkenalkan kepada petani dan mulai diproduksi secara komersial.
B. MOL Mikro Organisme Lokal
Istilah MOL atau kepanjangannya Mikro Organisme Lokal sudah banyak dikenal. MOL mudah dibuat dan mudah diaplikasikan. Cara da metode pengembangan MOL pun bermacam-macam. Namun, kadang-kadang suatu resep MOL yang berhasil diterapkan di suatu tempat, seringkali kurang berhasil dilakukan di tempat lain. Meskipun demikian pembuatan MOL merupakan salah satu cara untuk membuat petani mandiri. Seperti yan sudah saya sebutkan, ada banyak cara pembuatan MOL. Saya akan sampaikan secara bertahap/terpisah cara pembuatannya. Silahkan Anda coba sendiri dan buktikan sendiri khasiatnya.
Menurut katerangan sababaraha ahli, MOL adalah cairan yang mengandung mikroorganisme hasil produksi sendiri dari bahan-bahan alami disekeliling kita (lokal), dimana bahan-bahan tersebut téh merupakan tempat yang disukai sebagi media untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna dalam mempercepat penghancuran bahan-bahan organik (dekomposer) atau sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman. Terus terang saja Akang tidak tahu persis mikroorganisme apa yang terdapat dalam MOL hasil buatan sendiri itu. Yang pasti mah, apabila tanaman diberi MOL secara rutin pertumbuhannya lebih cepat, bagus dan sehat. Kalau kata Akang mah MOL téh samacem pupuk organik cair (POC).
Dari beberapa pendapat para praktisi pembuat MOL dapat Akang simpulkan bahwa jenis mikroorganisme yang terdapat dalam MOL selain bakteri untuk penyubur tanah juga mengandung hormon yang berpungsi sebagai zat perangsang tumbuhan untuk lebih memacu perkembangan sel-sel tanaman, seperti Giberellin, Sitokinin dan Auksin.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat MOL téh harus mengandung Karbohidrat, Glukosa dan Bakteri. Ketiga komponen itu menjadi sangat penting untuk diperhatikan agar MOL yang dihasilkan berkualitas dan sesuai dengan harapan.
Karbohidrat bisa diperoleh dari air cucian beras (leri), nasi bekas/basi, limbah singkong, kentang atau gandum, atau apa saja yang sekiranya mengandung karbohidrat tinggi. Dalam pelaksanaannya yang sering digunakan untuk membuat MOL adalah leri karena setiap rumah pasti menghasilkan ini dan tidak perlu beli.
Glukosa selain dari gula pasir, gula merah atau gula batu yang diencerkan dengan air atau dihancurkan sampai halus, bisa juga diperoleh dari nira atau air kelapa.
Bakteri bisa dari keong mas/sawah, bekicot, buah-buahan yang sudah matang atau busuk, air kencing (urine) dan kotoran hewan atau manusia, isi usus hewan, atau apapun yang diduga banyak mengandung bakteri yang berguna untuk tanaman dan kesuburan tanah seperti rhizobium sp, azospirillum sp, azotobacter sp, pseudomonas sp, bacillus sp dan bakteri pelarut phospat.
Prinsipnya mah bahan-bahan di atas téh gampang diperoleh, ada disekitar kita, murah dan jika perlu didapat secara gratis, bersih dan layak untuk digunakan. Dan yang terpenting MOL yang dihasilkan téh adalah MOL yang benar-benar berkualitas.
Kalau Ayi ingin membuatnya, caranya, campurkan air yang mengandung karbohidrat dengan air yang mengandung glukosa dengan perbandingan 1:1. Kemudian tambahkan sumber bakteri dan aduk hingga rata. Tutup wadah dengan plastik yang dilubangi atau apa saja yang penting bisa dibuat tutup dengan catatan udara bisa masuk tetapi serangga tidak. Jika sudah mengeluarkan bau hasil permentasi (mirip bau tape), berarti MOL sudah jadi dan siap digunakan.
Untuk mempercepat proses pengomposan siramkan campuran 1 liter MOL, 5 liter air dan 1 ons gula ke dalam bahan kompos. Untuk menyemprot tanaman, per tangki (kapasitas 14 liter), gunakan 400 cc MOL. Sedangkan jika digunakan untuk menyiram media tanam atau tanah, dosisnya 250 cc MOL per 10 liter air.
C.Sejarah Perkembangan Fermentasi
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Pasteur melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, "Saya berpendapat bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secara simultan..... Jika ditanya, bagaimana proses kimia hingga mengakibatkan dekomposisi dari gula tersebut... Saya benar-benar tidak tahu".
Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase. Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular. Dapat disimpulkan bahwa Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.
Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan.
Industri fermentasi dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. mikrobia
2. bahan dasar
3. sifat-sifat proses
4. pilot-plant
5. faktor sosial ekonomi
D. Membuat Dekomposer Dari Bahan Lokal
Saat ini dekomposer produksi pabrikan yang biasa beredar di pasaran dan paling mudah ditemui antara lain EM-4, superdegra, stardec, probion, dll. Sebagai bahan produksi pabrikan yang telah memiliki nilai komersial tinggi, tentu saja dekomposer ini memiliki harga yang cukup mahal, dan antara satu produk dengan produk lain memiliki harga yang berbeda.
Menurut Setiasih, S.Pt, MP staf peneliti BPTP Jawa Timur, jika membeli dekomposer dirasa mahal petani dapat membuatnya sendiri. Caranya dengan memanfaatkan bahan yang ada di lingkungan sekitar kita, termasuk menggunakan limbah rumah tangga misalnya sayur-sayuran atau buah-buahan yang tidak terpakai. Selain itu juga bisa menggunakan bagian tanaman yang ada di lingkungan sekitar kita misalnya bonggol pisang dan rebung bambu. Hasil tersebut sering disebut dengan MOL atau mikroorganisme local. Menurut Setiasih, salah satu contoh pembuatan MOL adalah dari bonggol pisang. Bahan-bahan yang disiapkan antara lain bonggol pisang 5 kg, gula merah 1 kg dan air cucian beras 10 liter. Sedang alat yang digunakan antara lain; drum plastik 200 liter, selang dan botol air. Cara pembuatannya sangat mudah, bonggol pisang dihaluskan dan dimasukkan ke dalam drum. Kemudian dimasukkan air cucian beras dan gula merah yang sudah dilarutkan. Drum ditutup rapat namun diberi lubang pernafasan satu arah, yaitu dengan cara melubangi tutup drum dan diberi selang dimana ujung selang dimasukkan ke dalam botol yang berisi air, sehingga gas yang ada di dalam drum dapat keluar namun udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam drum. Selanjutnya diperam selama dua minggu.
“Cara penggunaanya, campuran 1 liter cairan dengan 5 liter air dan ditambah gula merah 1 ons, dicampur sampai rata, disiramkan pada bahan organik yang akan dikomposkan, kemudian peram selama 1 bulan”, ungkapnya.
“Dengan memanfaatkan bahan yang ada di sekitar kita, berarti kita dapat menghemat biaya sekaligus meningkatkan nilai tambah dari barang yang sudah tidak terpakai”. imbuh wanita asli Jombang ini.
Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida.
Keunggulan penggunaan MOL yang paling utama adalah murah bahkan tanpa biaya. Dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar, petani dapat kreatif membuat MOL dari bahan-bahan seperti buah-buahan busuk (pisang, pepaya, mangga, dan lain-lain), rebung bambu, pucuk tanaman merambat, tulang ikan, keong, urine sapi, bahkan sampai urine manusia, darah hewan, bangkai hewan, air cucian beras, dan sisa makanan. Menurut Amalia (2008), cara membuat MOL itu mudah, semua yang ada di sekitar kita dapat dipakai, semua bahan dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti air nira, air gula, atau air kelapa. Lalu ditutup dengan kertas, dibiarkan sampai 7 hari. Setelah itu dipakai untuk menyemprot ke sawah. Menurut Hadinata (2008), secara terperinci bahan utama dalam MOL terdiri dari 3 jenis komponen antara lain:
1. Karbohidrat: air cucian beras (Tajin), nasi bekas (basi), singkong, kentang, gandum. Yang paling sering digunakan adalah dengan air tajin.
2. Glukosa: dari gula merah diencerkan dengan air, cairan gula pasir, gula batu dicairkan, air gula, dan air kelapa.
3. Sumber Bakteri: keong mas, kulit buah-buahan misalnya tomat, pepaya, dan sebagainya, air kencing, atau apapun yang mengandung sumber bakteri.
E. Cara Pembuatan MOL Bonggol Pisang
`Alat yang digunakan dalam proses pembuatan MOL bongkol pisang ialah, ember, selang ukuran kecil 1 meter, botol bekas air kemasan (600ml), arit/sabit.
Bahan yang digunakan ialah, 5 kg bongkol pisang, 1 kg gula merah dan 10 liter air beras/leri.
Cara membuat MOL bongkol pisang:
a) Bonggol pisang dipotong-potong lalu ditumbuk-tumbuk
b) Masukan gula merah yang udah diiris-iris kedalam air beras/leri
c) Campur bahan dan larutan air beras, aduk sampai rata
d) Tutup rapat ember dengan penutupnya dan berikan selang plastik yang disambungkan dengan botol kemasan 600 ml yang diisikan air biasa sebanyak 500 ml.
e) Fermentasi selama 14-21 hari
f) Kemudian disaring dan MOL bongkol pisang siap digunakan.
BAB II
PENUTUPBahan yang digunakan ialah, 5 kg bongkol pisang, 1 kg gula merah dan 10 liter air beras/leri.
Cara membuat MOL bongkol pisang:
a) Bonggol pisang dipotong-potong lalu ditumbuk-tumbuk
b) Masukan gula merah yang udah diiris-iris kedalam air beras/leri
c) Campur bahan dan larutan air beras, aduk sampai rata
d) Tutup rapat ember dengan penutupnya dan berikan selang plastik yang disambungkan dengan botol kemasan 600 ml yang diisikan air biasa sebanyak 500 ml.
e) Fermentasi selama 14-21 hari
f) Kemudian disaring dan MOL bongkol pisang siap digunakan.
BAB II
A.Kesimpulan
1. Menurut katerangan sababaraha ahli, MOL adalah cairan yang mengandung mikroorganisme hasil produksi sendiri dari bahan-bahan alami disekeliling kita (lokal), dimana bahan-bahan tersebut téh merupakan tempat yang disukai sebagi media untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna dalam mempercepat penghancuran bahan-bahan organik (dekomposer) atau sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman.
2. Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida.
B. Saran
Makalah yang penulis buat masih amat jauh dari sebuah kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai penyusun berharap kepada Bapak Dosen dan rekan-rekan mahasiswa agar memberikan saran yang bersifat membangun.
Komentar