Mama, Aku Menjadi Kepala Sekolah
Me and K'Vinsen di Acara Pramuka |
Saya menulis walau aku tak
mengerti kenapa aku harus menulis, melepaskan penak atau aku sekedar sombong
dengan apa yang aku raih. Tak pernah terbayangkan dalam benakku bahwa hayalan
ku akan terwujud. Di usia yang beranjak 23 tahun aku dititipkan pada sebuah
jabatan kursial/kontroversi menjadi seorang kepala sekolah di SMA swasta di
Kab. Manggarai Barat.
Mama, kini aku makin
menapaki kehidupan yang sesungguhnya, menjajaki kehidupan yang baru, menjalani
kehidupan setelah menyesaikan sarjana, dari keringat dan kesabaranmu. Dari
hasil warisan yang engkau jual untuku, dari perhiasan yang kau gadaikan untuk
biaya kuliahku.
Oh mama, transisi
kehidupanku kini makin nyata, transisi masa mudaku tanpa mu di sampingku
amatlah sulit. Pun aku harus menghadapi ketidak adilan bapak yang mendidikku, ketidak
mengertian bapak padaku. Yah tak ku pungkiri istri kedua bapak hendak
menggantikan posisi mama tapi kasih sayang mu tak mampu ku peroleh secara utuh.
Di umurku yang 23 tahun
ini, ku pegang jabatan yang mungkin tak akan ada yang percaya. Aku harus
menjadi pemimpin di dua sekolah yang akan di lahirkan. Di sekolah yang masi menjadi topik utama dinas
Pendidikan, di sekolah yang banyak orang tak setujuh dengan keberadaannya.
Mama, pun tak pernah ku tampakkan pada siapapun bahwa aku berat menjalani tanpa
mama. Telpon nan dengannmu tak menjamin bagaiamana aku enghadapi kehidupan yang
baru.
Hampir dua minggu
perseteruanku bersama bapak tak kunjung usai, tak saling saling menegur, bapak
menganngap ku tak menghargainya, tak menghormatinya. Tapi mama aku cukup sabar
menghadapi bapak, cukup sabar aku dengan keadaanya yang kalian lakukan
kepadaku. Sudah cukup sabar aku tersenyum pada dunia bahwa aku tak pernah punya
masalah. Sedikitpun ku pendam rasa sakit atas ke jadian 12 tahun lalu. Kala
bapak harus memilih wanita lain ketimbang mama. Pun semenjak itu jiwaku tak
penah menentu akan jadi apa aku kelak.
Aku hanya tersenyum dan tak
akan kukeluhakan pada dunia, sebab aku tau aku masih kuat dengan semua ini.
Dalam benakku sedikitpun tak pernah ku sirat akan menyalahi bapak atau mama
tentang percaraian yang kalian lakukan semenjak aku kecil, dimana sebenarnya
aku butuh kasih sayang bukannya kemelut.
Aku telah dewasa, bahkan
kedudukan penting menjadi kepala sekolah
aku pegang. Tapi mohon mama, mengertilah gejolak perasaan ku ini, kala
kuhadapi masalah yang tak kunjung usai, kala kubutuh sentuhan mu.
Aku tak bisa menyalahkan
bapak, aku tahu kemarahannya adaalah bentuk kasihnya padaku, tak pernah kutolak
kala dia marah padaku. Tapi tolong mama, sulit kuhadapi transisi kehidupanku
ini.
Kini 1 bulan berjalan
kepemimpinanku sebagai kepala sekolah, dan aku harus hadapi masalah besar di
sekolah yang masi mencoba lahir dari rahim Dinas Pendidikan. Tak pelak
bawahankku di sekolah lebih tua dari aku, rasa canggung menegur pun tak bisa ku
utarakan. Ingin profesional dalam bekerja namun masalah ku dapatkan.
Pada siapa ku mengadu, jika
engkau jauh diseberang, pada siapa ku keluh kesahkan masaalaah ini. Bahkan mama,
tak ingin sekali anakmu ini bermasalah dengan uang, meributkan soal uang, bapak
pernah mengajarkan padaku kala aku berangkat kuliah “jangan melihat ke atas,
lihatlah ke bawah” , pun mama pernah berpesankan “jangan sombong, jangan marah
pada siapapun”. Oh mama, ku pendam dalam aliran darahku nasehati itu tapi aku
manusia mama pun aku keluar dari jalur nasehat mama dan bapak.
Mama, biarkan malam ini air
mataku berkucur hanya mampu melampiaskan penakku pada masalah yang aku hadapi,
doakan aku mama, menjadi pemimpin yang bijak, profesional dan tak pernah
sombong. Cita-cita ku hanya hanya satu ingin melihatmu menunaikan ibadah haji
bersama bapak. Kelak aku kulakukan itu sebagai pengabdianku pada bapak dan mama.
Rasa citaku pada kalin walaaupun kalian sudah berpisah melebihi apa yang
menjadi milikku, rasa cintaku tak pernah bisa ada yang menandinganya.
Labuan bajo, 26 Oktober
2012 Jam 00.48 WITA
Komentar