TANYAKAN PADA HATIMU SIAPA YANG TERBAIK
Tak ada yang bisa saya perbuat jika Tuhan memuntahkan keputusanya. Ingin bertahan lebih lama lagi menetap di kota makassar, sepertinya hanya hayalan yang tak akan pernah tercapai. 29 Semptember adalah momentum yang tak pernah bisa terlupa, sebab disitulah akhir sebuah perjuangan yang telah saya tempuh selama 4 tahun. Pun saya berfikir perjuangan itu masi panjang dan mungkin akan lebih berat. Selama 4 tahun itu telah kukorbankan segalanya demi mendapatkan sebuah kata “sarjana”. Empat tahun silam, saya hanya dimodali 1 juta dan segudang semangat untuk menempuh pendidikan tinggi di kota Makassar. Semangat yang menggebu tak pernah kuhentikan dari diri saya. Walau sedih menghantap pun kawan dekatku tak pernah kuberi tahu, sebab aku tahu, masi ada yang menderita dari saya.
Sepertinya saya sudah malas menceritakan perjuangan yang saya tempuh selama empar tahun, karena tentu masih banyak hal yang harus saya selesaikan. Terik matahari tangl 29 september tak menyurutkan niatku untuk meninggalkan momen mengambil gambar bersama keluarga dan kawan-kawanku. Walau sebenarnya masih ada kawanku yang meresa dihianati karena saya telah diwisuda terlebih dahulu. Malam menyapa, sepertinya malam ini ada yang aneh dengan sang ibu, dan memang seperti itu. Ternyata ibuku bertanya kepadaku “apakah kamu masih mau tinggal padahal om mu di kampung menunggu bantuanmu” sapa lembut ibuku. Aku terdiam tanpa kata, rasanya tak mampu ku jawab pertanyaan ibu. Sebab, berat rasanya ku tunggalkan Makassar, UIN, dan kawan-kawanku. Pun saya terhentak ketika ibuku menambah pertanyaannya “kalau kau disini kau mau kerja apa nak?”tanya ibuku. Oh Tuhan sungguh berat pertanyaan ibuku. Tapi cobaku jawab “nanti akan rudi kasi keputusan sebab rudi baru mengikuti tes pengelolah web fakultas dan rudi juga lagi melatih puisi anak SMK” pintahku. Kedua alasan itu mungkin menurutku sangat ampuh agar aku tak kembali pulang bersama ibuku. Yah, hari minggu tanggal 2 Oktober 2011 aku megikuti tes untuk jadi pengelola web fakultas yang menaungi aku kuliah dahulu. Dan saya berharap sekali agar bisa lulus supaya bisa bertahan di Makassar karena saya masih sangat ingin belajar disini. Sedangkan alasan kedua memang sengaja saya ambil untuk menutupi kegelisahanku dan memang saya adalah pelatih puisi dari dulu di SMK tersebut, hitung-hitung tambah uang jajan.
Tiap hari ku intip pengmuman di Web UIN “ apakah aku lulus”, sebab kemarin ibu sudah menanyakan keputusanya. Duh, sepertinya ini pilihan yang sulit. Sesekali ku masuki ruangan Dekan Fakultas Tarbiyah, dan bertanya pada ajudannya namun tetap nihil sebab belum ada berita tentang siapa yang akan diterima di web fakultas tersebut. Yah dari pada tidak ada yang kudapat di dalam ruang Dekan, dimeja terlihat sebuah Koran edisi sabtu yang memuat tentang Lowongan Pekerjaan. Sepertinya ada lowongan yang menarik dengan sedikit keberanian saya minta pada ajudan tersebut agar bisa digunting. Emang dasar orang sepertiku.
Hari ini tak ada hasil, yang ada ibu masih bertanya tentang hal yang sama kepadaku “kalau tak ada yang pasti dengan apa yang kau kerjakan di sini (Makassar) lebih baik kau pulang” pintah ibuku. Tak ada kata yang bisa saya jawab sebab saya sangat berharap saya bisa bekerja dan mengabdi di fakultas. Saya juga tak bisa memohon pada pimpinan sebab keinginanaku biarlah oranglah yang menilai kemampuan saya bukan kedekatan atau atas nama apalah, sebab pada akhirnya jika aku bekerja atas dasar paksaan mungkin tak ada kepropesional dalam pekerjaan. Saya yakinkan ibukku bahwa saya akan bekerja di sala satu BANK swasta, kebetulan ada lowongan sebagai costumer servis. Bagi saya pekerjaan seperti itu membuat saya senang sebab suara saya meyakinkan. Sepertinya saya sedikit sombong. Namun ibu tetap ngotot “kalau kau kerja di kampus, saya percaya, karena kau latar belakangmu dari sana, nak”. Aku diam tanpa kata sebab suara ibu makin meninggi, mana mungkin kubantah ibu sebab ku tahu doanya amat mujarab dan saya yakin itu. Wajahnya begitu tak rela melepasku disini (Makassar) tanpa pekerjaan yng jelas, “besok dilihat mama, mudahan lulus jadi pengelola web fakultas, kalau tidak lulus berarti rudi siap pulang, tapi mama rudi masih berat meninggalkan Makassar, sebab banyak sekali yang masih banyak yang harus rudi pelajari” jawabku meyakinkan ibu.
Esok harinya, pagi menyapaku dan mengajak kaki ku tuk melangkah ke kampus. Sebab saya harus mengurus beberapa surat-surat penyelesaian kuliahku. Disela-sela kesimbukanku di kampus saya sempatkan mengintip berita tentang pengumuman yang akan jadi pengelola web fakultas. Dan setelah kubaca, betapa kecewa, bercampur sedih, bercampur rasa akan kehilangan segalanya. Nama saya tak tercantum untuk tes kedua. Tapi sekali lagi hari itu tak kutampakkan kekecewaan ku sebab tak ada gunanya. Tapi rasa akan berpisah dengan seluruh cita-cita ku akan hilang. Saya mungkin tak akan bisa belajar banyak. Mungkin jika aku perrgi maka kreatifitasku tak biasa terhepas sebab disana (bima) saya harus bercumbu kembali dengan aturan keluarga. Duh Tuhan, mungkikah ini Doa ibuku agar aku kembali. Apakah ini bertanda aku tak layak jadi seseorang yang penting dikampus karena mungkin kekurangan lebih banyak daripa kelebihanku.
Kutapik rasa sedihku. Dan seketika ku ambil Hp dan saya sms ibuku “mama, rudi jadi pulang”.tapi sebenaranya akau akan pergi meninggalkan kesedihan yang amat dalam.
Maka diakhir tulisanku yang amat amburadur ini, saya hanya ingin bertutur tentang sebuah pengorbanan. Saya dibangun kesabaran atas nama organisasi dan saya membangun cinta atas nama persahabatan, saya membangun kasih sayang atas nama kejujuran. Jika kawan-kawanku tak mampu lagi mendengarkan tawaku yang khas, maka mungkin akan nada yang bisa menggantikanku. Tapi jika kalian disuruh memilih dua diantara laki-laki yang menyentuh hidup maka pilihlah sesuai hatimu. Tapi izinkan ku berkata jangan mengenalku hanya diluar sebab itu bingkai kobohonganku”.
Makassar, September 2011
Komentar