Kasar Dan Nyasar
Hari Senin Tanggal 22 November bagi saya adalah penemuan suatu kesimpulan kalau Makassar memang tidak kasar. Pada waktu itu saya nekat ingin bergabung untu ikut nonton bareng di pantai Losari kebetulan waktu itu semifinal Tim Indonesia melawan Malasia. Dimana semua orang begitu tegang dan was-was menyaksikan laga Indonesia melawan malasia. Pada acara nonton bareng yang di sponsori Pemerintah Kota makassar ini, juga hadir bapak walikota Makassar. Nonton bareng yang menyenangkan dan menegangkan. Kenapa menyenangkan?, saya senang sekali karena bisa nonton bareng dengan seorang pemimpin, bagi saya inilah pemimpin yang begitu akrab dengan masyarakatnya, apa lagi bapak walikota menyumbangkan sebuah lagu dengan judul “Semangat Baru”. Saya bukan maksud berkampaye ya, tapi ini yang saya katakan dalam koridor pandangan positif saya entah orang menilainya bagaimana.
Bukan hanya kehadiran bapak walikota yang membuat saya senang, tetapi penonton yang ada, apa lagi terdiri dari supporter PSM yang biasa saya dengar kalo supporter PSM itu anarkis atau pemarah, tapi ketika saya berada di tengah-tengah mereka betapa terkejutnya saya. Pernyataan yang sering saya dengan 100% tak seperti itu. Saya malah bercanda dan tertawa bersama mereka padahal saya baru mengenal mereka. Yang membuat lucu dan sedikit takut ketika tendangan TIM Indonesia Tibo masuk ke gawang, saya berteriak-terik dan melompat serta memukul-mukul orang disamping saya. Itu reflex terjadi pada saya waktu malam itu. Saya sadar apa yang saya lakukan salah tapi orang yang saya pikul-pukul itu hanya tersenyum saja. Karena dia tersenyum saya pun merasa lega, karena dibenakku pasti orang disamping saya akan membalas dan memukul, dan ternyata itu hanya mimpi buruk dan cerita yang terlalu saya amini.
Kalau menegangkan itu pada saat tendangan pemain sepak bola Indonesia tak masuk. Wajah saya dan para penonton yang lain begitu lesu dan putus asa. Semangat nasionalisme kami pada saat itu sangat dalam sebab kami sangat menjunjung tinggi Merah Putih. Saya dan pentonton malam itu begitu berharap Indonesia menang terhadap Malasia. Tapi semuanya sia-sia, Indonesia kalah pada saat adu pinalti. Tapi saya dan penonton yang lain tetap bangga pada para pemain TIMNAS Indonesia karena sudah berusaha untuk menang.
Dan malam itu bagi saya mematahkan segala cerita-cerita tentang Makassar yang identik dengan kassar. Makassar yang identik dengan anarkis. Saya memang baru 4 tahun di Makassar dan mahasiswa pendatang dari provinsi lain. Dan sedikit cerita selama saya di Makassar, disini orang-orang nya begitu baik dan ramah, bahkan jika orang tua saya lambat mengirim uang. Teman-teman (orang Makassar) saya membantu bahkan kalo bisa di bilang saya tak pernah lapar di Makassar. Tapi kalo saya pulang di daerah asal saya, dan ada yang bertanya pada saya “ apakah orang Makassar itu kasar?” saya akan menjawab dengan lantang “orang makassar tidak kasar tapi kalo kau ke makassar, cuman nyasar ji ko”.
Komentar